Di mata Bunda Kaltara, Pramuka harus hadir sebagai ruang aman, nyaman dan hangat bagi generasi muda di provinsi paling bungsu di Kalimantan ini.
PAGI hari yang cerah dengan sinar mentari yang menyorot, turut menghangatkan suasana barisan berseragam cokelat Pramuka.
Nampak di antara barisan itu, sosok perempuan tangguh berdiri tegap lalu menghampiri satu per satu anak-anak beseragam Pramuka seolah tanpa jarak.
Iyaa.. Hj Rahmawati sosok perempuan tangguh yang juga Ketua Kwartir Daerah (Kwarda) Gerakan Pramuka Kalimantan Utara (Kaltara) tak sungkan menghampiri dan menyapa anak-anak Pramuka, sembari melempar senyum.
Bagi seluruh anggota Pramuka di Kalimantan Utara, Bunda Kaltara yang biasa di sapa, bukan sekadar Ketua Kwarda. Ia adalah bunda bagi anak-anak yang merasa dilihat, didengar, dan dihargai.
Sejak dipercaya memimpin Kwarda Gerakan Pramuka Kalimantan Utara, Hj Rahmawati membawa cara pandang yang sederhana namun kuat.
Di mata Bunda Kaltara, Pramuka harus hadir sebagai ruang aman, nyaman dan hangat bagi generasi muda di provinsi paling bungsu di Kalimantan ini.
Meskipun dengan bentang wilayah yang luas dan tantangan geografis yang dinilai tidak semudah membalikan telapak tangan, ia memahami bahwa membina anak-anak bukan hanya soal program, namun soal suara hati.
Perlahan namun pasti, ia pun memulai dari hal paling dasar. Gugus Depan (Gudep) yang sempat pasif kembali digerakkan, pembina diberi penguatan melalui kursus dan pelatihan serta kwartir di kabupaten dan kota dirangkul agar berjalan seirama.
Bagi Hj Rahmawati, organisasi yang kuat adalah pondasi agar anak-anak Pramuka tumbuh dengan nilai yang benar.
Data Kwarda menunjukkan, dalam masa kepemimpinannya, aktivitas Pramuka di Bumi Paguntaka semakin hidup dan merata hingga ke wilayah perbatasan.
Namun, yang paling ia jaga dalam Pramuka adalah ruhnya, yakni nilai Dasa Dharma dan Tri Satya tidak ia biarkan berhenti di hafalan.
Ia mendorong kegiatan yang menyentuh kehidupan nyata, Pramuka turun membantu warga saat bencana, membersihkan lingkungan, menanam mangrove, hingga hadir di tengah masyarakat saat dibutuhkan. Di sanalah, menurutnya, karakter di tempa saat anak-anak belajar peduli, bekerja sama, dan merasakan arti pengabdian.
Lantas, Hj Rahmawati juga menaruh perhatian besar pada para pembina. Baginya, pembina adalah “orang tua kedua” di lapangan. Selama masa jabatannya, pelatihan pembina, kursus mahir dasar dan lanjutan serta penguatan kepemimpinan terus didorong.
Selain itu, ia ingin setiap anak Pramuka dibimbing oleh sosok yang bukan hanya cakap secara teknis, tetapi juga memiliki rasa sabar, tulus, dan berjiwa pendidik.
Di balik perannya sebagai Ketua Kwarda Gerakan Pramuka Kaltara, Hj Rahmawati kerap hadir sebagai pendengar. Ia mendengar keluh kesah pembina di daerah terpencil, menyemangati anak-anak yang baru pertama kali ikut jambore, dan memastikan kegiatan Pramuka tetap ramah anak.
Maka tidak heran jika banyak anggota menyebutnya juga sebagai “Bunda Pramuka Kaltara” sebuah panggilan yang lahir dari kedekatan, bukan sekadar jabatan.
Disisi lain, kolaborasi juga menjadi napas kepemimpinannya. Ia membuka pintu kerja sama dengan pemerintah daerah, TNI-Polri, sekolah, dan berbagai komunitas.
Menurutnya, Pramuka Kaltara tidak berjalan sendiri, tetapi menjadi bagian dari gerak pembangunan daerah, terutama dalam menanamkan nasionalisme dan cinta tanah air di wilayah perbatasan negara.
Hingga saat ini, jejak Hj Rahmawati tidak hanya tercatat dalam laporan kegiatan atau struktur organisasi. Jejak itu hidup dalam sikap anak-anak Pramuka yang lebih percaya diri, lebih peduli, dan berani bermimpi.
Ia telah menjaga api Pramuka agar tetap menyala dengan ketegasan seorang pemimpin, dan kehangatan seorang bunda. Hj Rahmawati juga membuktikan bahwa kepemimpinan yang paling kuat bukanlah yang paling keras, melainkan yang paling tulus menyentuh lubuk hati. (***)
Penulis: Rafael Mayzha Rustandi



